Allah Menguji
Manusia dengan
Hilangnya Harta
Benda
Kebanyakan manusia bertujuan menumpuk kekayaan sebanyak mungkin dalam hidupnya. Untuk tujuan ini, mereka melakukan apa pun, bahkan dengan cara yang haram dan tidak sah. Pandangan manusia manusia terhadap harta kepemilikan dijelaskan di dalam Al-Qur`an sebagai cinta karena perhiasan hidup di dunia.
“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada
apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari
jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak, dan sawah ladang.
Itulah kesenangan hidup di dunia; dan di sisi Allahlah tempat kembali yang baik
(surga).”
(Ali Imran: 14)
“Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia,
tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi
Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan.” (al-Kahfi:
46)
Dalam ayat lain, Allah menunjuk sebagian orang dengan mengatakan, “Dan kamu mencintai harta benda dengan kecintaan yang berlebihan.” (al-Fajr: 20) Dari ayat tersebut, kita dapat memahami bahwa orang yang bodoh sangat membutuhkan harta kekayaan karena ia adalah salah satu ukuran status sosial yang paling utama yang nilainya tidak didasarkan oleh agama. Dalam masyarakat yang kacau ini, orang memuja, menghormati, dan menjunjung tinggi kekayaan. Dengan mencapai kekayaan tertentu, seseorang merasa bahwa ia memegang kekuasaan yang besar. Karena itu, dalam hal ini, mencapai kekayaan menjadi tujuan utamanya dalam hidup.
Hasrat menggebu
akan harta kekayaan juga membawa manusia kepada ketakutan sepanjang hidup akan
hilangnya harta. Mereka yang memiliki pandangan demikian biasanya menjadi putus
asa saat kehilangan harta kekayaan, lalu mereka menjadi pemberontak terhadap
Tuhannya. Menjadi orang yang benar-benar bodoh itu hanyalah sebuah ujian,
mereka benar-benar kewalahan karena kehilangan kekayaan.
Bagaimanapun juga, Allah telah memerintahkan manusia,
“Jangan berdukacita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu
jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu.” (al-Hadiid:
23) Ia memerintahkan manusia untuk hidup
sederhana dan menyerap akhlaq-akhlaq yang baik. Berputus asa atas hilangnya
kekayaan dan bersukacita dalam kekayaan adalah tanda tidak bersyukur kepada
Allah.
Di bawah
pengaruh pandangan tersebut, sebagian masyarakat yang bodoh menganggap
boleh-boleh saja merasa kecewa akan hilangnya harta kekayaan. Sebagai contoh,
kenyamanan ekonomi yang dinikmati dari kekayaan yang didapat dari usaha keras
kita bisa saja lenyap dengan tiba-tiba karena bencana alam; atau, kebakaran
dapat menghancurkan sebuah rumah dalam sekejap mata saja, padahal rumah bagus
itu didapatkan setelah menabung bertahun-tahun. Pada dasarnya, seseorang yang
tidak menyadari fitrah hidupnya akan merasa kebingungan saat ia mengalami
kehilangan yang berarti. Ia menjadi lelah karena keputusasaan dan
pemberontakannya terhadap Allah.
Hal-hal yang
jauh dari akhlaq Al-Qur`an tidak akan berhasil selamanya, bahkan untuk
mengetahui bahwa hilangnya kekayaan bisa saja memiliki tujuan yang baik atau
berakibat positif. Hal ini karena pandangan dan ketidakmampuannya untuk memercayai
Allah menjadikan dirinya terbebani secara emosional akibat tekanan ekonomi
Bagaimanapun
juga, perubahan kondisi ekonomi ini dapat segera memberikan manfaat. Sebagai
contoh, mungkin ada baiknya kecelakaan terjadi pada mobil seseorang karena bisa
jadi Allah melindungi pengendaranya dari kecelakaan yang lebih fatal lagi.
Seorang yang hati-hati akan melihat kecelakaan tersebut sebagai peringatan,
kemudian ia memohon ampun serta menerima takdir yang telah ditetapkan Allah
untuknya.
Bisa Jadi Kamu
Mencintai Sesuatu
walaupun Itu
Buruk Bagimu
Seperti yang
telah dikatakan di bahasan awal, Allah menyatakan dalam surat al-Baqarah ayat
216 bahwa keadaan tertentu yang bagi kita tampaknya buruk bisa saja menjadi
baik. Begitu pula, seperti yang ditunjukkan ayat tersebut, Allah pun menyatakan
bahwa apa yang dicintai seseorang adalah buruk baginya. Di dalam Al-Qur`an,
Allah memberikan contoh orang-orang kafir yang kaya, yang tidak ingin
menggunakan kekayaannya, karena menurut mereka lebih baik menghemat. Anggapan
mereka bahwa menimbun kekayaan dan tidak menggunakannya di jalan Allah bisa
memberi manfaat adalah benar-benar suatu kebodohan. Di dalam Al-Qur`an, Allah
menyatakan bahwa kekayaan seperti itu adalah buruk dan hanya akan membawa
kesengsaraan di neraka.
“Sekali-kali janganlah orang yang bakhil dengan harta yang
Allah berikan kepada mereka dari karunia-Nya menyangka bahwa kebakhilan itu baik
bagi mereka. Sebenarnya kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka. Harta yang
mereka bakhilkan itu akan dikalungkan kelak di lehernya di hari kiamat. Dan
kepunyaan Allahlah segala warisan (yang ada) di langit dan di bumi. Dan Allah
mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Ali Imran: 180)
Di dalam surat
al-Qashash, Allah mengisahkan tentang Qarun. Allah telah melimpahkan
keberuntungan yang besar kepada Qarun, tetapi ia menjadi sombong karena
kekayaannya yang terus bertambah. Ia mulai tidak berterima kasih kepada
Tuhannya. Kisah Qarun yang akhirnya dibinasakan Allah karena ia tetap tidak memerhatikan
peringatan-peringatan Allah ini adalah pelajaran yang baik untuk manusia. Kisah
ini disebutkan di dalam Al-Qur`an,
“Sesungguhnya, Qarun adalah termasuk kaum Musa, maka ia
berlaku aniaya terhadap mereka, dan Kami telah menganugerahkan kepadanya
perbendaharaan harta yang kunci-kuncinya sungguh berat dipikul oleh sejumlah
orang yang kuat-kuat. (Ingatlah) ketika kaumnya berkata kepadanya, ‘Janganlah
kamu terlalu bangga; sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang terlalu
membanggakan diri.’ Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah
kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bagianmu
dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana
Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di
(muka) bumi. Sesungguhnya, Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat
kerusakan. Qarun berkata, ‘Sesungguhnya, aku hanya diberi harta itu, karena
ilmu yang ada padaku.’ Dan apakah ia tidak mengetahui bahwasanya Allah sungguh
telah membinasakan umat-umat sebelumnya yang lebih kuat daripadanya, dan lebih
banyak mengumpulkan harta? Dan tidaklah perlu ditanya kepada orang-orang yang
berdosa itu, tentang dosa-dosa mereka.” (al-Qashash: 76-78)
Dalam ayat di
atas, Qarun menganggap bahwa harta kekayaannya akan membawa kebaikan bagi
dirinya. Karena itu, ia bersukaria dan sombong. Pada akhirnya, ia mengalami
kekecewaan berat.
Sebaliknya,
orang-orang beriman menghargai harta kekayaan mereka. Ini sangat berbeda dengan
pemahaman Qarun yang cacat. Bagi mukmin yang taat kepada ajaran Al-Qur`an,
harta kekayaan tidaklah terlalu berarti. Seorang mukmin selalu menjadikan
dirinya mulia. Ia tidak akan pernah membiarkan dirinya memuja harta atau
menjadikannya sebagai tujuan dan ambisinya karena hal itu adalah perbuatan yang
bodoh. Seorang mukmin mengabdikan dirinya hanya demi keridhaan Allah dan ia
tidak pernah membiarkan dirinya diperbudak oleh nafsu dirinya yang rendah.
Cita-citanya adalah untuk menggapai balasan abadi di akhirat, bukan di dunia
ini. Allah membalas orang-orang yang beriman dengan derajat yang tinggi dalam
pandangan-Nya dan Ia menjanjikan surga untuknya.
“Sesungguhnya, Allah telah membeli dari orang-orang mukmin,
diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang di
jalan Allah; lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang
benar dari Allah di dalam Taurat, Injil, dan Al-Qur`an. Dan siapakah yang lebih
menepati janjinya (selain) daripada Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli
yang telah kamu lakukan, dan itulah kemenangan yang besar.” (at-Taubah:
111)
Menyadari
kenyataan ini, para nabi, rasul, dan mukmin sejati menganggap apa yang mereka
miliki sebagai sebuah berkah dari Tuhan mereka. Mereka menanamkan dalam hati
mereka bahwa semua yang mereka miliki adalah milik Allah. Karena itu, mereka
menggunakan segala milik mereka, termasuk kekayaan, karena Allah. Akhlaq mulia
dan kasih di antara kaum mukminin ini dijelaskan dalam ayat,
“... (Mereka yang benar-benar beriman adalah mereka yang)
memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim,
orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang yang
meminta-minta....”
(al-Baqarah: 177)
Lebih jauh lagi,
seorang mukmin tidak berbuat demikian untuk berpura-pura saja. Niat ikhlas
mereka dalam menggunakan kekayaan disebutkan dalam ayat,
“... orang-orang yang membelanjakan hartanya karena mencari
keridhaan Allah dan untuk keteguhan jiwa mereka....” (al-Baqarah:
265)
Karena itu,
ketika mereka kehilangan sebagian harta kekayaan, reaksinya sangat berbeda
dengan apa yang dilakukan oleh orang-orang yang bodoh. Pada dasarnya, mereka
tahu bahwa apa yang terjadi adalah ujian dari Allah. Mereka menunjukkan
kesabaran dan mencari kebaikan dalam apa yang ada di balik kehilangan itu.
Pandangan mulia orang-orang yang beriman disebutkan dalam ayat,
“Katakanlah, ‘Wahai Tuhan Yang memiliki kerajaan, Engkau
berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan engkau cabut kerajaan
dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki
dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkaulah segala
kebajikan. Sesungguhnya, Engkau Mahakuasa atas segala sesuatu.” (Ali
Imran: 26)
Karena itulah,
orang-orang beriman tahu benar bahwa kekayaan yang dimuliakan oleh orang-orang
kafir di dunia ini hanya akan membawa kesengsaraan bagi mereka, bukannya
kebaikan. Ini adalah janji Allah.
“Maka janganlah harta benda dan anak-anak mereka menarik
hatimu. Sesungguhnya, Allah menghendaki dengan (memberi) harta benda dan
anak-anak itu untuk menyiksa mereka dalam kehidupan di dunia dan kelak akan
melayang nyawa mereka, sedang mereka dalam keadaan kafir.” (at-Taubah:
55)
Kebijakan Ilahi
di Balik Penyakit
Orang yang
tinggal di dalam masyarakat yang bodoh terus-menerus membuat rencana masa depan
dan berharap agar rencana-rencana itu berjalan sesuai keinginannya. Akan
tetapi, yang terjadi malah sebaliknya, penyakit yang tidak diharapkan datang
atau kecelakaan fatal melemparkan hidupnya ke dalam kehancuran karena
kejadian-kejadian tersebut tidak termasuk dalam rencana masa depannya. Saat
menikmati kesehatan, banyak orang tidak pernah berpikir bahwa kejadian
tersebut–walau sering terjadi pada ribuan orang lain setiap harinya-dapat
terjadi pada mereka juga.
Itulah sebabnya,
saat berhadapan dengan kejadian-kejadian yang tidak diharapkan, orang yang
bodoh dengan segera menjadi kurang bersyukur terhadap Pencipta mereka. Mereka
menolak kenyataan takdir seraya mengatakan, “Mengapa ini terjadi pada diriku?”
Orang yang jauh dari akhlaq Al-Qur`an cenderung enggan menyerahkan kepercayaan
kepada Allah saat mereka sakit atau tertimpa kecelakaan, atau mencari kebaikan
dalam peristiwa yang menimpa mereka.
Beberapa orang
yang tidak mengerti realitas takdir menganggap bahwa penyebab pernyakit
hanyalah virus atau mikroba. Demikian pula saat kecelakaan lalu lintas, mereka
menganggap supirnyalah yang menyebabkan kecelakaan tersebut. Bagaimanapun, yang
benar adalah sebaliknya. Setiap penyebab penyakit, seperti mikroba, bakteri,
ataupun yang membahayakan manusia, semua itu sebenarnya adalah makhluk yang
diciptakan oleh Allah untuk tujuan-tujuan tertentu. Tak ada satu pun dari
mereka yang dibuat secara serampangan. Mereka semua bertindak di bawah kendali
Allah. Manusia mudah diserang mikroba karena Allah menginginkannya demikian.
Jika seorang manusia menderita sakit keras karena virus, hal itu terjadi dengan
sepengetahuan Allah. Jika sebuah mobil menabrak seseorang dan membuat orang
tersebut cacat, kejadian ini juga merupakan peristiwa yang terjadi atas izin
Allah. Tak peduli dengan cara apa pun dia menghindar, dia tidak akan pernah
mengubah kejadian tersebut, bahkan bagian terkecilnya sekalipun. Ia tidak dapat
memindahkan bagian kecil takdir mereka karena takdir diciptakan dalam kesatuan.
Bagi seseorang yang menyerahkan dirinya kepada Allah Yang Mahakuasa dan mereka
yang percaya kepada kebijaksanaan dan kasih-Nya yang tak terbatas, kecelakaan,
penyakit, atau kesengsaraan, semuanya adalah cobaan sementara yang menuntun
kepada kebahagiaan tertinggi.
Dalam situasi
yang demikian, yang penting adalah kualitas moral yang baik yang melekat dalam
diri seseorang. Penyakit dan kecelakaan adalah peristiwa yang bisa dijadikan
kesempatan bagi orang-orang beriman untuk menunjukkan kesabaran dan akhlaq yang
baik. Mereka mendekatkan diri kepada Allah. Di dalam Al-Qur`an, Allah berfirman
tentang penyakit yang dihubungkan dengan pentingnya kesabaran melalui saat-saat
demikian.
“... sesungguhnya kebajikan itu adalah beriman kepada Allah,
hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi, dan memberikan harta
yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin,
musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan
(memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan
orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang
sabar dalam kesempitan, penderitaan, dan dalam peperangan. Mereka itulah
orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertaqwa.”
(al-Baqarah: 177)
Seperti yang
telah disebutkan di awal, kenyataan bahwa di dalam ayat ini, penyakit juga
termasuk dalam kesengsaraan karena pertimbangan-pertimbangan tertentu.
Seseorang yang dihadapkan pada dilema fisik atau tertimpa kecelakaan, ia harus
ingat bahwa semua itu adalah cobaan untuknya walaupun ia tidak dapat segera
menemukan alasan mengapa dirinya tertimpa musibah itu. Ia harus ingat bahwa
hanya Allahlah yang memberikan penyakit dan obatnya. Ini sangat penting untuk
memelihara sikap moral yang tepat. Mungkin ia harus melalui kesulitan sementara
sebagai seorang hamba yang memiliki kepasrahan penuh kepada Tuhannya. Di
akhirat nanti, ia akan dibalas dengan kebahagiaan yang abadi.
Kita semua perlu
mengingat bahwa bagaimanapun juga, penting bagi kita untuk mengingat hal ini,
juga untuk memelihara moralitas tertinggi saat berhadapan dengan kejadian
serupa. Hingga detik ini, kita perlu mengetahui bahwa semua penyakit diciptakan
dengan maksud-maksud tertentu. Jika Allah menghendaki, seseorang bisa saja
tidak akan pernah sakit atau menderita. Akan tetapi, jika seseorang diberi
ujian, ia harus sadar bahwa semua itu memiliki maksud. Semua itu membantunya
untuk memahami kesementaraan dunia ini dan kekuasaan Allah yang luar biasa.
Penyakit
Mengingatkan Manusia bahwa
Ia Lemah dan
Membutuhkan Allah
Ketika sakit,
tubuh yang sebelumnya sehat dan kuat dikalahkan oleh virus dan bakteri.
Sebagaimana diketahui, banyak penyakit yang menyebabkan penderitaan dan
melemahkan tubuh. Dalam beberapa kasus, seseorang merasa telalu lemah untuk
bangkit dari tempat tidur atau melakukan tugas sehari-hari. Karena ia tidak
dapat membasmi virus yang tidak kelihatan itu, maka ia akan lebih mengerti akan
kelemahan dirinya dan bagaimana ia begitu membutuhkan Allah. Saat kesehatannya
menurun, seseorang yang sebelumnya berani menunjukkan kesombongannya kepada
Sang Pencipta, atau memamerkan kesehatan dan harta kekayaannya, menjadi sadar
akan kenyataan ini. Ia dapat lebih menghargai kekuatan Allah yang tak
terhingga, Pencipta segalanya.
-
Penyakit Menjadikan Seseorang Lebih Memahami bahwa Kesehatan adalah Berkah dan
Kemurahan dari Allah
Hal lain yang
biasanya kita lupakan dalam kesibukan sehari-hari adalah betapa besarnya
karunia kesehatan. Seseorang yang diberi kesehatan terus-menerus dan tidap
pernah menderita, mudah saja mengatur keadaan. Akan tetapi, ketika ia
dihadapkan pada serangan penyakit yang tiba-tiba, ia menyadari bahwa kesehatan
merupakan berkah dari Allah. Hal itu disebabkan ia kehilangan sesuatu yang
membuatnya lebih menghargai nilai sesuatu yang hilang itu. Seperi yang
dikatakan Said Nursi-yang dikenal dengan nama Badiuzzaman (Keajaiban Zaman), “Orang
mengatakan bahwa sesuatu dikenali dari hal-hal yang berseberangan dengannya.
Sebagai contoh, jika tidak ada kegelapan, cahaya tidak akan dikenal dan tidak
menyenangkan sama sekali. Jika tidak ada rasa haus, tidak akan ada istimewanya
meminum air. Jika tidak ada penyakit, tidak ada kesenangan yang didapat dari
kesehatan.” (Cahaya ke-25, Obat ke-7)
- Penyakit
yang Sering Menjadikan Seseorang Benar-Benar Menyadari Kesementaraan Dunia Ini,
Kematian, dan Akhirat
Kebanyakan
manusia mengira bahwa menderita penyakit yang fatal atau kehilangan organ tubuh
adalah sebuah kesengsaraan. Seharusnya, penyakit dapat dimaknai bukan sebagai
kesengsaraan, tetapi untuk kesalamatan di akhirat dan untuk mengarahkan dirinya
hanya kepada Allah. Hal ini karena orang yang terkena penyakit serius biasanya
semakin waspada. Penderitaan itu menolong dirinya untuk menyadari kurangnya
perhatian yang menumpulkan kesadaran dirinya dan mendorongnya untuk merenungi
realitas akhirat. Orang yang demikian benar-benar memahami betapa tidak
berartinya kecintaan akan dunia ini serta dekatnya kematian. Alih-alih hidup
dalam ketidakbertanggungjawaban, penyakit yang tiba-tiba membuatnya semakin
memahami betapa pentingnya mendapatkan keridhaan Allah dan kehidupan akhirat
demi mencapat keselamatan.
- Penyakit
Diberikan untuk Do’a Seseorang dan Menariknya untuk Dekat kepada Allah
Saat gejala
penyakit semakin parah, seseorang mulai memikirkan kematian. Pikiran ini
menghantuinya sampai ia berusaha menghindarinya dengan sengaja. Dengan segala
ketulusan, ia meminta kepada Allah untuk disembuhkan. Bahkan, saat menderita
sakit yang tidak dapat disembuhkan, seseorang yang belum pernah berdo’a
sebelumnya tiba-tiba merasa perlu memohon kepada Allah untuk disembuhkan. Ia
berdo’a dengan tulus ikhlas. Inilah sebabnya, seseorang bisa dekat dengan
Tuhannya ketika dirinya tidak berdaya. Jika ia menunjukkan rasa syukurnya setelah
sembuh dan terus berdo’a dengan ikhlas, penyakitnya itu menjadi kebaikan
buatnya dan menjadi awal keimanan dirinya.
Allah
menyebutkan orang-orang yang kembali kepada-Nya dari kesengsaraan dalam ayat
berikut.
“Dan apabila Kami memberikan nikmat kepada manusia, ia
berpaling dan menjauhkan diri; tetapi apabila ia ditimpa malapetaka maka ia
banyak berdo’a.”
(Fushshilat: 51)
“Dan apabila manusia ditimpa bahaya dia berdo’a kepada Kami
dalam keadaan berbaring, duduk, atau berdiri, tetapi setelah Kami hilangkan
bahaya itu darinya, di (kembali) melalui (jalannya yang sesat), seolah-olah dia
tidak pernah berdo’a kepada Kami untuk (menghilangkan) bahaya yang telah
menimpanya. Begitulah orang-orang yang melampaui batas itu memandang baik apa
yang selalu mereka kerjakan.” (Yunus: 12)
“Dan apabila manusia disentuh oleh suatu bahaya, mereka
menyeru Tuhannya dengan kembali bertobat kepada-Nya, kemudian apabila Tuhan
merasakan kepada mereka barang sedikit rahmat dari-Nya, tiba-tiba sebagian dari
mereka mempersekutukan Tuhannya.” (ar-Ruum: 33)
Sebagaimana ayat
di atas, manusia seharusnya tidak hanya berdo’a di saat sulit, tetapi ia harus
tetap berdo’a setelah ujiannya diangkat. Dengan demikian, penyakit keras atau
cobaan itu dapat membuatnya mengakui kelemahannya dan bertobat di hadapan Allah.
Dengan demikian, ia menuju penyerahan seluruh hidupnya kepada Allah.
- Sebagai
Balasan atas Kesabaran yang Ditunjukkan di Kala Sakit, Allah Membalasnya dengan
Kehidupan Abadi di Dalam Surga
Seperti yang
kami sebutkan sejak awal, maksud lain mengapa Allah memberikan penderitaan
dengan penyakit adalah untuk menguji kesabaran dan keimanan seseorang kepada
Allah. Saat menderita suatu penyakit, sikap seorang muslim jelas berbeda dengan
orang-orang bodoh. Ia memiliki kesabaran, keyakinan, dan kesetiaan kepada
Allah. Ini dikarenakan mereka sadar bahwa pandangan yang mereka yakini di saat
mereka dalam kesempitan adalah untuk mendapatkan keridhaan Allah. Itulah
balasan terbesar di akhirat atas penyakitnya. Ia mencapai berkah yang tak
terhingga atas kehidupan surga sebagai balasan kesengsaraan sementaranya di
dunia ini.
Nabi Ibrahim yang
ikhlas ketika dihadapkan dengan penyakit adalah contoh yang baik untuk semua
orang- beriman,
“Dan apabila aku sakit, Dialah Yang menyembuhkan aku, dan
Yang akan mematikan aku, kemudian akan menghidupkan aku (kembali).” (asy-Syu’araa`:
80-81)
Sikap dan akhlaq
menakjubkan yang ditunjukkan oleh Nabi Ayyub a.s. adalah contoh yang lain.
Seperti yang telah Al-Qur`an katakan kepada kita, Nabi Ayyub a.s. menderita
penyakit yang parah, namun penyakitnya itu malah memperkuat kesetiaan dan
keyakinannya kepada Allah. Inilah sifat yang menjadikannya salah seorang nabi
yang dipuji di dalam Al-Quran.
Dari Al-Qur`an,
kita juga tahu bahwa sebagai tambahan penyakit yang dideritanya, Nabi Ayyub
a.s. juga mengalami tipu daya setan. Berpikir untuk menguasai Nabi Ayyub di saat
ia lemah, setan mencoba menghasutnya untuk tidak lagi percaya kepada Allah. Hal
ini karena dalam kondisi sakit parah, biasanya sulit bagi seseorang untuk
memusatkan perhatiannya. Dengan mudah, ia dapat terbujuk oleh setan. Akan
tetapi, sebagai seorang nabi yang mengabdi sepenuh hati kepada Allah, Nabi Ayyub
a.s. berhasil lolos dari perangkap setan. Ia shalat dan ikhlas berdo’a kepada
Allah, memohon pertolongan-Nya. Di dalam Al-Qur`an, do’a yang dicontohkan oleh Nabi
Ayyub adalah,
“Dan (ingatlah kisah) Ayyub, ketika ia menyeru Tuhannya,
‘(Ya Tuhanku), sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit dan Engkau adalah Tuhan Yang
Maha Penyayang di antara semua penyayang.’ Maka Kami pun memperkenankan
seruannya itu, lalu kami lenyapkan penyakit yang ada padanya....” (al-Anbiyaa`:
83-84)
Allah menanggapi
do’a tulus Nabi Ayyub dengan firman-Nya,
“Dan
inagtlah akan hamba Kami Ayyub ketika ia menyeru Tuhannya, ‘Sesungguhnya, aku
diganggu setan dengan kepayahan dan siksaan.’ (Allah
berfirman), ‘Hantamkanlah kakimu; inilah air sejuk untuk mandi dan untuk
minum.’ Dan Kami anugerahi dia (dengan mengumpulkan kembali) keluarganya dan
(Kami tambahkan) kepada mereka sebanyak mereka pula sebagai rahmat dari Kami
dan pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai pikiran. ‘Dan ambillah dengan
tanganmu seikat (rumput), maka pukullah dengan itu dan janganlah kamu melanggar
sumpah.’ Sesungguhnya, Kami dapati dia (Ayyub) seorang yang sabar. Dialah
sebaik-baik hamba. Sesungguhnya, dia amat taat (kepada Tuhannya).”
Nabi Ayyub
benar-benar mendapatkan balasan atas keyakinannya kepada Allah, pengabdiannya
kepada-Nya dan tingkatan kemuliaannya. Ia juga menjadi contoh yang baik untuk
bagi semua muslim.
Geen opmerkings nie:
Plaas 'n opmerking