Bagaimana Orang Bodoh Melihat Sebuah
Peristiwa
Secara umum,
manusia cenderung memisahkan peristiwa yang terjadi dalam istilah “baik” dan
“buruk”. Pemisahan tersebut sering bergantung pada kebiasaan atau tendensi
peristiwa itu sendiri. Reaksi mereka terhadap peristiwa tersebut berubah-ubah
tergantung pada kepelikan dan bentuk kejadian tersebut; bahkan apa yang
akhirnya akan mereka rasakan dan alami biasanya ditentukan oleh kebiasaan
sosial masyarakat.
Hampir semua
orang memiliki sisa-sisa mimpi masa kecil, bahkan dalam hidup mereka
selanjutnya, walaupun rencana-rencana ini tidak selalu terjadi sesuai dengan
apa yang diharapkan atau direncanakan. Kita selalu cenderung kepada
kejadian-kejadian yang tidak diharapkan dalam hidup. Peristiwa tersebut dapat
sekejap saja melemparkan hidup kita ke dalam kekacauan. Ketika seseorang
berniat untuk menjalankan hidupnya dengan normal, ia mungkin berhadapan dengan
rangkaian perubahan yang pada awalnya terlihat negatif. Seseorang yang sehat
bisa dengan tiba-tiba terserang penyakit yang fatal atau kehilangan kemampuan
fisik karena kecelakaan. Sekali lagi, seseorang yang kaya bisa saja kehilangan
seluruh kekayaannya dengan tiba-tiba.
Hidup seperti
menaiki roller-coaster. Reaksi orang berbeda-beda ketika menaikinya.
Jika kejadian yang muncul menyenangkan, reaksi mereka baik-baik saja. Akan tetapi,
ketika dihadapkan pada hal-hal yang tidak diharapkan, mereka cenderung kecewa,
bahkan marah. Kemarahan mereka itu bisa memuncak, bergantung pada sejauh mana
mereka berhubungan dengan peristiwa tersebut dan pencapaian mereka dalam
masalah ini. Kencenderungan ini biasa terjadi dalam masyarakat yang tenggelam
dalam kebodohan.
Ada juga di
antara mereka yang saat kecewa berkata, “Pasti ada kebaikan di dalamnya.”
Bagaimanapun juga, kalimat yang diucapkan tanpa memahami arti sebenarnya hanya
semata-mata kebiasaan masyarakat saja.
Masih ada
sebagian orang yang memiliki keinginan untuk memikirkan maksud Ilahiah dalam
setiap peristiwa, apakah yang mungkin terdapat dalam kejadian-kejadian yang sepele.
Akan tetapi, ketika mereka dihadapkan pada peristiwa yang lebih besar, yang
sangat mengganggu, tiba-tiba mereka melupakan niat tersebut. Sebagai contoh,
seseorang mungkin tidak akan tertekan saat mesin mobilnya rusak tepat ketika ia
harus berangkat ke kantor dan ia berusaha berprasangka baik terhadap kejadian
tersebut. Akan tetapi, jika keterlambatannya itu membuat bosnya marah atau
menjadi alasan hilangnya pekerjaan, ia lalu mencari-cari alasan untuk mengeluh.
Dia mungkin akan bersikap sama jika kehilangan perhiasan atau jam mahal.
Contoh-contoh ini menunjukkan kepada kita bahwa ada beberapa kejadian kecil
yang menyebabkan orang bereaksi dengan wajar atau mereka mau berbaik sangka
bahwa hal tersebut mengandung kebaikan. Akan tetapi, contoh-contoh lainnya yang
tidak biasa dapat membuatnya mencari pembenaran atas keangkuhan dan kemarahan
mereka.
Di sisi lain,
sebagian orang hanya menghibur diri dengan berpikir demikian tanpa memiliki
pegangan makna yang benar terhadap “melihat kebaikan dalam segala hal”. Dengan
sikap demikian, mereka percaya bahwa hal tersebut dapat menjadi cara untuk
menciptakan kenyamanan bagi mereka yang tengah tertimpa masalah. Misalnya yang terjadi
pada anggota keluarga yang bisnisnya tengah berantakan atau seorang teman yang
gagal dalam ujian. Bagaimanapun juga, jika kepentingan merekalah yang
dipertaruhkan dan mereka terlihat tak sedikit pun memikirkan kebaikan apa yang
ada di balik peristiwa tersebut, mereka telah berlaku bodoh.
Kegagalan untuk
melihat kebaikan dalam peristiwa yang dialami seseorang muncul dari hilangnya
keimanan seseorang. Kegagalannya untuk memahami bahwa Allahlah yang menakdirkan
setiap kejadian dalam kehidupan seseorang, bahwa hidup di dunia ini tidak lain
hanyalah ujian, inilah yang menghalangi dirinya untuk menyadari kebaikan apa
pun dalam setiap peristiwa yang terjadi padanya.
Dalam bab
berikut, kita akan menggali ide itu, yaitu memiliki keyakinan bahwa ada
kebaikan dalam apa pun yang terjadi pada kita dan faktor-faktor tersebut
penting sekali untuk kita lihat.
Bagaimana
Melihat Kebaikan
dalam Segala Hal yang Terjadi
Menyadari
bahwa Allahlah yang Telah Menakdirkan Semua Hal dalam Setiap Detailnya
Kebanyakan orang
merasa senang saat segala sesuatu terjadi sesuai dengan keinginannya. Akan tetapi,
orang beriman tidak boleh cenderung kepada perasaan seperti itu. Di dalam
Al-Qur`an, Allah memberikan kabar gembira bahwa Dia telah menentukan setiap
peristiwa demi kebaikan hamba-Nya dan hal tersebut tidaklah menimbulkan rasa
sedih ataupun masalah bagi mereka yang benar-benar beriman.
Seseorang yang
menyadari kebenaran ini di dalam hatinya akan merasa senang terhadap apa yang
dihadapinya dan ia melihat karunia yang tersimpan di balik apa yang terjadi.
Banyak orang
bahkan tidak ingin repot-repot berpikir bagaimana dan mengapa mereka ada di
dunia ini. Walaupun kata hati akan menuntun mereka untuk menyadari bahwa
keajaiban dunia dan penataannya yang sempurna ini memiliki pencipta, cinta yang
luar biasa banyaknya yang dirasakan di dunia ini, keengganan mereka untuk
melihat kebenaran, membawa mereka pada pengingkaran terhadap realitas
keberadaan Allah. Mereka mengabaikan fakta bahwa setiap kejadian dalam hidupnya
ditentukan sesuai dengan rencana dan tujuan tertentu; mereka malah menghubungkannya
dengan ide yang sungguh-sungguh salah, yakni hanya sebatas kebetulan atau
keberuntungan. Bagaimanapun juga, ini hanyalah sebuah pandangan yang
menghalangi seseorang untuk melihat kebaikan dalam peristiwa-peristiwa yang
terjadi dan kemudian menarik pelajaran dari peristiwa tersebut.
Ada pula mereka
yang sadar akan eksistensi Allah dan mengerti bahwa Dialah yang telah
menciptakan seluruh alam. Mereka mengakui fakta bahwa Allahlah yang menurunkan
hujan dan meninggikan matahari. Mereka menyadari bahwa tidak mungkin ada zat
lain yang melakukan semua itu. Saat terjadi peristiwa dalam jenak kehidupan
mereka—detail kecil yang membentuk bagian kesibukan sehari-hari—mereka tidak
dapat berpikir bahwa mereka terlepas dari Allah. Meskipun demikian, Allahlah
yang menakdirkan seorang pencuri memasuki rumah di malam hari, sebuah rintangan
yang menyebabkan seseorang terjatuh, sebuah lahan subur untuk ditanami atau
dibiarkan gersang, jual beli yang menguntungkan, bahkan panci yang gosong
sekalipun. Setiap peristiwa terjadi dengan kebijaksanaan-Nya yang tak terbatas
untuk menyelesaikan rencana-Nya yang agung. Sepercik lumpur yang mengotori
celana kita, bocornya ban mobil, jerawat yang muncul, penyakit, atau kejadian
yang tidak diharapkan lainnya. Semuanya terbentuk dalam kehidupan seseorang
sesuai dengan rencana tertentu.
Sejak seseorang
membuka matanya, tak ada satu pun yang dialaminya di dunia ini terjadi dengan
sendirinya dan terlepas dari Allah. Segala yang ada secara keseluruhan
diciptakan oleh Allah, satu-satunya zat yang memegang kendali alam semesta.
Ciptaan Allah bersifat sempurna, tanpa cacat, dan sarat dengan tujuan. Ini
adalah takdir yang diciptakan oleh Allah. Seseorang tidak boleh mengotak-ngotakkan
peristiwa yang terjadi dengan menamai kebaikan pada sebuah peristiwa dan
kejahatan pada peristiwa yang lain. Apa yang menjadi kewajiban seseorang adalah
menyadari dan menghargai kesempurnaan dalam setiap peristiwa. Kita harus
percaya bahwa ada kebaikan dalam setiap ketetapan-Nya serta tetap menyadari
kenyataan bahwa kebijaksanaan Allah yang tak terbatas ini telah direncanakan
untuk sebuah hasil akhir yang paling sempurna. Bahkan mereka yang percaya dan
mencari kebaikan dalam segala peristiwa yang menimpa mereka, baik di dunia ini
maupun akhirat nanti, mereka akan menjadi bagian dari kebaikan yang abadi.
Hampir di setiap
halaman Al-Qur`an, Allah meminta kita untuk memerhatikan hal tersebut. Inilah sebabnya
mengapa ketidakmampuan dalam mengingat bahwa segalanya berjalan sesuai dengan
takdir itu menjadi sebuah kegagalan yang mengerikan bagi seorang mukmin. Takdir
yang dituliskan oleh Allah begitu unik dan dilewati oleh seseorang benar-benar
sesuai dengan apa yang telah Allah tetapkan. Orang awam menganggap kepercayaan
akan takdir semata-mata hanya merupakan cara untuk “menghibur diri” di saat
tertimpa kemalangan. Sebaliknya, seorang mukmin memiliki pemahaman yang benar
akan takdir. Ia sepenuhnya menganggap bahwa takdir adalah sebuah rencana Allah yang
sempurna yang telah dirancang khusus untuk dirinya.
Takdir adalah
rencana tanpa cacat yang dibuat untuk mempersiapkan seseorang untuk sebuah
kenikmatan surga. Takdir penuh dengan keberkahan dan maksud Ilahiah. Setiap
kesulitan yang dihadapi seorang mukmin di dunia ini akan menjadi sumber
kebahagiaan, kesenangan, dan kedamaian yang tak terbatas di kemudian hari. “Sesungguhnya,
setelah kesulitan itu ada kemudahan.” (al-Insyirah: 5) Ayat ini
menarik kita pada kenyataan bahwa di dalam takdir seseorang, kesabaran dan
semangat yang ditunjukkan oleh seorang mukmin, telah dituliskan sebelumnya
bersama-sama dengan balasannya masing-masing di akhirat.
Sekali waktu
mungkin terjadi dalam jenak kehidupan, seorang mukmin menjadi marah atau
khawatir akan terjadinya hal-hal tertentu. Penyebab utama dari kemarahan yang
ia rasakan adalah karena ia lupa bahwa semua itu merupakan bagian dari
takdirnya dan bahwa takdirnya itu telah diciptakan oleh Allah hanya untuk
dirinya sendiri. Walaupun demikian, ia akan merasa nyaman dan tenang ketika ia diingatkan
akan tujuan ciptaan Allah.
Karena itulah,
seorang mukmin harus belajar untuk terus mengingat bahwa segalanya telah
ditetapkan sebelumnya. Ia harus mengingatkan orang lain akan hal ini. Ia harus
bersabar saat menghadapi peristiwa-peristiwa yang Allah telah takdirkan
untuknya dengan memberikan rasa percayanya kepada Allah dalam jarak waktu yang
tak terbatas. Tak lupa, ia harus berusaha menemukan alasan-alasan di balik
semua peristiwa tersebut. Jika ia berusaha memahami alasan-alasan ini, dengan
seizin Allah, ia akhirnya akan berhasil. Bahkan walaupun ia tidak selalu
berhasil menemukan maksud di baliknya, ia masih tetap yakin bahwa ketika
sesuatu terjadi, pastilah semua itu demi kebaikan dan maksud tertentu.
Memahami
sepenuhnya bahwa setiap makhluk, hidup ataupun tidak, diciptakan dalam
kepatuhannya pada takdir.
Takdir adalah
pengetahuan sempurna Allah atas semua peristiwa di masa lalu dan masa depan,
laksana satu waktu saja. Ini menunjukkan kekuasaan mutlak Allah atas semua
makhluk dan semua peristiwa. Manusia bisa saja berhati-hati agar tidak
mengalami suatu peristiwa yang buruk, tetapi Allah mengetahui semua peristiwa
sebelum hal itu terjadi. Bagi Allah, masa lalu dan masa depan adalah satu.
Semua itu sama-sama berada dalam pengetahuan Allah karena Dialah yang
menciptakannya.
“Sesungguhnya, Kami menciptakan segala sesuatu menurut
ukuran.” (al-Qamar: 49)
Ayat tersebut
menyatakan bahwa segala yang ada di dunia adalah bagian dari takdir. Kebanyakan
orang tidak sempat memikirkan takdir. Karena itu, mereka gagal menyadari bahwa
hanya kekuatan Allah yang tak terbataslah yang akan eksis di balik keteraturan
yang sempurna ini. Sebagian orang menganggap bahwa takdir hanya berlaku pada
manusia. Kenyataannya, semua yang ada di alam semesta, mulai dari furnitur di
rumah Anda sampai sebuah batu di jalan, rumput kering, buah, atau selai di rak
supermarket, semua itu adalah bagian dari takdir yang telah ditetapkan
sebelumnya oleh Allah. Takdir semua benda dan makhluk yang diciptakan telah
ditentukan dalam kebijaksanaan Allah yang tak terhingga.
Setiap peristiwa
yang dilihat seseorang, setiap suara yang didengarnya, merupakan bagian hidup
yang telah diciptakan untuknya sebagai sebuah kesatuan. Tak ada bunga yang
mekar dan layu dengan kebetulan. Tak ada manusia yang lahir dan mati secara
kebetulan. Tak ada manusia yang sakit tanpa sengaja dan tidaklah penyakitnya
itu bertambah tanpa ada yang mengendalikan. Dalam setiap kejadian, peristiwa
ini khusus ditakdirkan oleh Allah sejak saat pertama kita diciptakan. Apa pun
yang ada di muka bumi, di dalam lautan, atau jatuhnya sehelai daun, semua
terjadi dalam rangka memenuhi takdir. Sebagaimana dinyatakan,
“Dan pada sisi Allahlah kunci-kunci semua yang gaib; tak ada
yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang di daratan
dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia
mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir biji pun dalam kegelapan bumi dan
tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang
nyata (Lauh Mahfuzh).” (al-An’aam: 59)
Rasulullah Muhammad
saw. pun bersabda bahwa tindakan setiap orang telah ditakdirkan oleh Allah,
“Allah
Yang Mahaagung dan Mahamulia telah menetapkan bagi setiap hamba di antara
ciptaan-Nya empat hal: kematiannya, tindakannya, tempat tinggal dan tempat ia
berpindah, serta makanannya.” (HR Tirmidzi)
Akan tetapi,
biasanya manusia tidak sadar akan kenyataan bahwa setiap detik waktu mereka
telah ditakdirkan oleh Allah. Sebagian mereka tidak pernah menyadari bagaimana
mereka diciptakan atau bagaimana mereka mendapatkan karunia yang mereka
nikmati. Sebagian lainnya menganggap bahwa semua itu hanyalah kebetulan yang
tak berarti, walaupun mereka mengetahui bahwa Allahlah yang menciptakan
kehidupan dan kematian. Di dalam Al-Qur`an, Allah menyatakan kepada kita bahwa
hal-hal kecil pun telah ditakdirkan oleh kebijaksanaan-Nya yang tak terbatas
dan semua itu berkaitan dengan tujuan-tujuan Ilahiah.
“Tiada suatu bencana pun yang menimpa di bumi dan (tidak
pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauh Mahfudz)
sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya, yang demikian itu adalah mudah bagi
Allah.”
(al-Hadiid: 22)
Setiap manusia
harus memahami kenyataan ini. Hal ini karena takdir bagi segala sesuatu di alam
semesta telah diketahui oleh Allah Yang Maha Mengetahui dan Mahabijaksana. Karena
itu, setiap hal kecil telah direncanakan oleh Allah dengan sempurna dan
memiliki tujuan-tujuan tertentu. Segalanya dibuat dengan teratur sebagaimana
dinyatakan oleh Nabi Muhammad saw.. Orang yang memiliki kesadaran penuh akan
kenyataan takdir akan mendapatkan manfaat—dengan perasaan gembiranya—akan setiap
jenak waktu dalam kehidupannya, yaitu saat-saat yang baik dan saat-saat yang terlihat
buruk. Alasan mengapa hamba-Nya berhasil menyadari hal itu adalah karena Allah
telah menciptakan takdir mereka tanpa cacat. Mereka akan mengetahui bahwa
menganggap sesuatu sebagai sebuah kemalangan adalah suatu kebodohan. Ini karena
sesuatu yang dianggap kemalangan itu memiliki maksud-maksud tertentu dari Allah.
Pemahaman yang mendalam tentang takdir membuat mereka mampu melihat keberkahan
yang terkandung dalam segala hal.
Menganggap bahwa
apa yang terjadi bukanlah karena Allah melainkan karena seseorang atau sesuatu,
berarti kita tidak mampu memahami takdir. Segala sesuatu yang kita anggap
seharusnya tidak terjadi demikian, pada hakikatnya merupakan “pelajaran
takdir”. Manusia harus sepenuh hati menanamkan dalam dirinya bahwa ada kebaikan
dan maksud-maksud Ilahiah dalam setiap kejadian. Orang cenderung menganggap
peristiwa yang tidak menyenangkan sebagai sebuah “kemalangan”. Bagaimanapun
juga, tetap ada kebaikan dan maksud-maksud tertentu dalam apa yang acapkali
dianggap sebagai sebuah “kemalangan”. Kejadian tersebut dianggap sebagai “kemalangan”
karena kita menilainya demikian. Pada kenyataannya, hal itu adalah sebuah
kemungkinan yang lebih baik karena ia adalah sesuatu yang telah ditetapkan
sebelumnya oleh Allah.
Jika Allah telah
menunjukkan kebaikan dan maksud sebuah kejadian yang merugikan, atau sebuah
kesulitan yang menekan dan membuat kita gusar, kita akan mengerti betapa tidak
berartinya kekecewaan kita. Dengan mengenali berkah dalam segala hal, seorang
mukmin akan merasakan kesenangan, bukan tekanan. Karena itulah, kewajibannyalah
untuk mencari dan mengidentifikasi kebaikan dan manfaat takdir yang terjadi,
yakni bahwa dalam peristiwa yang terjadi tersimpan maksud Allah. Ia akan merasa
senang dan menghargai manfaat mengetahui takdir.
Mengetahui
bahwa Ada Keburukan dalam Peristiwa yang Tampaknya Baik dan Ada Kebaikan dalam
Peristiwa yang Tampaknya Buruk
Dalam bab sebelum ini, kita diyakinkan bahwa Allah Yang Mahabijaksana menciptakan setiap peristiwa dalam rangka menyempurnakan sebuah rencana. Dalam hal ini, perlu dicatat bahwa hanya Allahlah yang mengetahui peristiwa-peristiwa yang baik dan yang buruk. Ini disebabkan kebijaksanaan Allah tidaklah terbatas, sedangkan pengetahuan manusia terbatas. Manusia hanya bisa melihat tampilan luar suatu peristiwa dan hanya mampu bersandar pada penglihatan yang terbatas dalam menilainya. Informasi dan pemahaman mereka yang tidak mencukupi—dalam beberapa kasus—dapat membuat mereka tidak menyukai sesuatu, padahal itu baik untuknya, dan mereka bisa saja mencintai sesuatu, padahal itu merupakan sebuah keburukan. Untuk dapat melihat kebaikan itu, seorang mukmin harus menyerahkan rasa percayanya kepada kebijaksanaan Allah yang tak terbatas dan percaya bahwa ada kebaikan dalam segala hal yang terjadi. Allah berfirman,
“Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang itu
adalah sesuatu yang kamu benci. Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia
amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat
buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (al-Baqarah:
216)
Di sinilah, Allah mengatakan kepada kita bahwa suatu peristiwa yang dianggap baik oleh seseorang dapat mengakibatkan kekecewaan, baik di dunia ini maupun di akhirat. Begitu juga sesuatu yang ingin benar-benar dihindarkan—karena diyakini merugikan—mungkin dapat menyebabkan kebahagiaan dan kedamaian baginya. Nilai hakiki peristiwa apa pun adalah pengetahuan mutlak Allah. Segala hal, apakah rupa yang buruk ataukah rupawan, ada sesuai kehendak Allah. Kita hanya menjalani apa yang Allah inginkan untuk kita. Allah mengingatkan kita tentang hal ini,
“Jika Allah menimpakan sesuatu kemudharatan kepadamu, maka
tidak ada yang dapat menghilangkannya kecuali Dia. Dan jika Allah menghendaki
kebaikan bagi kamu, maka tak ada yang dapat menolak karunia-Nya. Dia memberikan
kebaikan itu kepada siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya dan
Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Yunus:
107)
Maka dari itu, apa pun yang kita alami dalam kehidupan ini, apakah itu terlihat baik ataupun buruk, semuanya adalah baik karena hal itu merupakan sesuatu yang telah ditetapkan oleh Allah untuk kita. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, zat yang menetapkan akibat suatu peristiwa bukanlah seorang manusia yang terbatas oleh ruang dan waktu, melainkan Allah, Zat yang tidak dibatasi oleh ruang dan waktu, Yang menciptakan manusia, juga ruang dan waktu. (Informasi selajutnya, silakan baca buku Ketiadaan Waktu dan Realitas Takdir karya Harun Yahya)
Bagi Orang Mukmin, Ada Kebaikan dalam
Segala Hal
Setiap orang
mengalami saat-saat sulit dalam kehidupannya. Kesulitan ini membuat frustasi,
stres, atau menjengkelkan kebanyakan orang yang hidupnya jauh dari moralitas
yang ditentukan dalam Al-Qur`an. Karena itu, mereka dengan mudah merasa
gelisah, tegang, dan marah. Karena mereka tidak memiliki keyakinan akan
kesempurnaan yang melekat pada takdir yang ditetapkan oleh Allah, mereka tidak
mencari keberkahan atau kebaikan yang ada di dalam peristiwa yang mereka alami.
Bahkan, karena mereka tidak memiliki keyakinan, setiap detik yang mereka
habiskan tampaknya menjadi berseberangan dengan apa yang mereka inginkan.
Dengan demikian, mereka menjalani sisa hidupnya dengan beban masalah dan
tekanan.
Seorang mukmin
mengetahui bahwa kesulitan-kesulitan diberikan Allah untuk menguji manusia.
Mereka tahu bahwa kesulitan tersebut dibuat untuk membedakan antara mereka yang
benar-benar beriman dan mereka yang memiliki penyakit di hatinya, yaitu mereka
yang tidak tulus dalam meyakini keimanan mereka. Di dalam Al-Qur`an, Allah
menjelaskan bahwa Dia akan menguji seorang mukmin untuk melihat siapakah yang
benar-benar dalam keimanannya.
“Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal
belum nyata bagi Allah orang-orang yang berjihad di antaramu, dan belum nyata
orang-orang yang sabar.” (Ali Imran: 142)
“Allah sekali-kali tidak akan membiarkan orang-orang yang
beriman dalam keadaan kamu sekarang ini, sehingga Dia menyisihkan yang buruk
(munafik) dari yang baik (mukmin)....”(al-Baqarah: 179)
Lebih lanjut, Allah memberikan contoh kepada
umat-Nya dengan mengambil setting di masa kenabian Rasulullah,
“Dan apa yang menimpa kamu pada hari bertemunya dua pasukan,
maka (kekalahan) itu adalah dengan izin (takdir) Allah, dan agar Allah
mengetahui siapa orang-orang yang beriman, dan supaya Allah mengetahui siapa
orang-orang yang munafik....” (Ali Imran: 166-167)
Play Baccarat & Online - FEBCASINO.COM
AntwoordVee uitYou are in control and you know how to play. you can play with a single 바카라 몬 deck of cards, including 52 cards from each deck (in the deck
Casinos & Gambling in Michigan - JTM Hub
AntwoordVee uitAs you are a US citizen, you are not allowed 제천 출장안마 to gamble 안산 출장마사지 in any casino in the state of Michigan. 김제 출장마사지 You can gamble 파주 출장안마 legally in the 전라남도 출장샵 state of Michigan.