A. Pengertian Penduduk
Penduduk atau warga suatu negara atau
daerah bisa didefinisikan menjadi dua, yang pertama yaitu Orang yang tinggal di
daerah tersebut, sedang yang kedua yaitu Orang yang secara hukum berhak tinggal
di daerah tersebut. Dengan kata lain orang yang mempunyai surat resmi untuk
tinggal di situ. Misalkan bukti kewarganegaraan,
tetapi memilih tinggal di daerah lain.
Sedangkan dalam sumber lain
didefinisikan bahwa penduduk adalah semua orang yang
berdomisili di wilayah geografis Indonesia selama enam bulan atau lebih dan
atau mereka yang berdomisili kurang dari enam bulan tetapi bertujuan menetap.
Pertumbuhan penduduk diakibatkan oleh tiga komponen yaitu: fertilitas,
mortalitas dan migrasi.
Dalam sosiologi, penduduk adalah kumpulan manusia yang menempati
wilayah geografi
dan ruang
tertentu. Masalah-masalah kependudukan dipelajari dalam ilmu Demografi.
Berbagai aspek perilaku menusia dipelajari dalam sosiologi,
ekonomi,
dan geografi.
Demografi banyak digunakan dalam pemasaran,
yang berhubungan erat dengan unit-unit ekonmi, seperti pengecer hingga
pelanggan potensial.
B. Landasan Kebijakan Penduduk
- Kependudukan, atau dalam hal ini adalah penduduk, merupkan pusat dari seluruh kebijakan dan program pembangunan yang dilakukan. Dalam GBHN dengan jelas dikemukakan bahwa penduduk adalah subyek dan obyek pembangunan. Sebagai subyek pembangunan maka penduduk harus dibina dan dikembangkan sehingga mampu menjadi penggerak pembangunan. Sebaliknya, pembangunan juga harus dapat dinikmati oleh penduduk yang bersangkutan. Dengan demikian jelas bahwa pembangunan harus dapat berpartisipasi aktif dalam dinamika pembangunan tersebut. Sebaliknya, pemabngunan tersebut baru dapat dikatakan berhasil jika mampu meningkatkan kesejahteraan penduduk dalam arti yang luas.
- Keadaan atau kondisi kependudukan yang ada sangat mempengaruhi dinamika pembangunan yang sedang dilaksanakan oleh pemerintah. Jumlah penduduk yang besar jika diikuti dengan kualitas penduduk yang memadai, akan merupakan pendorong bagi pertumbuhan ekonomi. Sebaliknya jumlah penduduk yang besar jika diikuti dengan tingkat kualitas yang tinggi, menjadikan penduduk tersebut hanya sebagai beban bagi pemabngunan nasional. Iskandar (1974) memperkirakan bahwa tanpa adanya program pengendalian pertumbuhan penduduk maka jumlah penduduk Indonesia pada tahun 1995 akan berjumlah 237 juta jiwa. Kenyataannya jumlah penduduk pada tahun tersebut adalah sekitar 194 juta jiwa. Dengan demikian program pengendalian pertumbuhan penduduk telah berhasil melakukan ‘saving’ untuk bebagai pengeluaran bagi sekitar 43 juta jiwa penduduk Indonesia. Pengeluaran tersebut dialihkan kepada program lain yang bermanfaat untuk peningkatan kualitas penduduk seperti kesehatan dan pendidikan.
- Dampak perubahan dinamika kependudukan baru akan terasa dalam jangka yang panjang. Karena dampaknya baru terasa dalam jangka waktu yang panjang tersebut, seringkali peran penting penduduk dalam pembangunan terabaikan. Sebagai contoh, beberapa ahli kesehatan memeperkirakan bahwa krisis ekonomi dewasa ini akan memberikan dampak negatif terhadap kesehatan seseorang pada 25 tahun kedepan atau satu generasi. Dengan demikian, dapat dibayangkan bagaimana kondisi sumber daya manusia Indonesia pada generasi mendatang, 25 tahun setelah tahun 1997. demikian pula, hasil program keluarga berencana yang dikembangkan selama 30 tahun yang lalu (1968), baru dapat dinikmati dalam beberapa tahun terakhir ini. Dengan demikian, tidak diindahkannya dimensi kependudukan dalam kerangka pembangunan nasional sama artinya dengan ‘ Menyengsarakan’ generasi berikutnya.
C. Faktor-Faktor
Yang Mempengaruhi Kebijakan Pertumbuhan Penduduk
- Jumlah penduduk
Jumlah penduduk Indonesia menurut hasil sensus 1971 adalah kira-kira 119,4 juta jiwa. Dengan jumlah
penduduk sebesar ini maka Indonesia
termasuk salah satu dari lima negara di dunia dengan jumlah penduduk
yang tinggi setelah RRC, India, Uni Soviet
dan Amerika Serikat. Bilamana diketahui bahwa menurut sensus 1930 jumlah penduduk Indonesia pada waktu
itu adalah kira-kira 60 juta jiwa maka dalam waktu empat puluh tahun jumlah penduduk telah menjadi
dua kali lipat.
Anggapan ini mungkin tidak
seluruhnya tepat. Adanya usaha pembangunan mungkin saja menimbulkan
perobahan di dalam angka-angka
kematian maupun kelahiran. Selanjutnya di dalam data-data
dasar hasil sensus terdapat "under enumeration" pada
berbagai kelompok umur, khususnya dalam kelompok umur 0-4
tahun. Jumlah anak yang tercatat dalam sensus lebih sedikit
dari jumlah yang sebenarnya. Kesalahan pelaporan umur juga terjadi pada
kelompok umur penduduk lainnya. Adanya kecenderungan memilih umur berakhiran 0 dan
5 merupakan salah satu faktor yang
menimbulkan kesalahan dalam pelaporan umur.
- Pertumbuhan penduduk
Faktor terpenting di dalam kependudukan Indonesia
yang menimbulkan
masalah utama di dalam pembangunan adalah adanya
tingkat pertumbuhan penduduk yang tinggi. Tingginya tingkat pertumbuhan penduduk disebabkan tetap tingginya tingkat kelahiran di satu pihak dan
tingkat kematian yang semakin
menurun di lain pihak.Turunnya tingkat kematian berarti pula bertambah
banyaknya jumlah orang dewasa dan dengan fertilitas yang
belum turun banyak hasilnya adalah makin meningkatnya jumlah penduduk.
Migrasi internasional pada saat ini hampir semua negara di dunia mengawasi dengan ketat keluar masuknya
penduduk. Di Indonesia juga dalam keadaan damai selisih antara jumlah penduduk pendatang dan keluar dari wilayah Indonesia hanya di sekitar
2000 orang banyaknya pertahun.
- Struktur umur
Peningkatan jumlah penduduk akan berarti
peningkatan penduduk usia muda. Hal ini dapat
diperhatikan pada struktur umur penduduk
Indonesia pada tahun 1961 dan 1971. Pada tahun 1961, penduduk Indonesia yang berumur 24 tahun ke bawah merupakan 58,1 % dari jumlah keseluruhan
penduduk. Dalam tahun 1971, prosentase penduduk yang berumur 24 tahun ke bawah telah meningkat menjadi 60,4% dari jumlah
keseluruhan. Peningkatan jumlah
penduduk relatif terbesar terdapat di kalangan penduduk berumur 10 - 14 tahun dan 15 - 19 tahun. Hal ini adalah pencerminan dari pada jumlah kelahiran
bayi yang besar di tahun 1950-an.
Kelompok umur
|
Penduduk 1973(juta)
|
Penduduk 1978(juta)
|
Prosentase pertumbuhan
1973 - 1978
|
0-4
|
21,5
|
23,3
|
8,4
|
5 - 9
|
18,6
|
20,0
|
7,5
|
10 - 14
|
15,9
|
18,2
|
14,5
|
15 - 19
|
12,3
|
15,5
|
26,0
|
20 - 24
|
9,8
|
11,9
|
21,4
|
25 - 29
|
8,5
|
9,4
|
10,6
|
30 +
|
39,5
|
43,3
|
9,6
|
Jumluh
|
126,1
|
141,6
|
12,3
|
Proyeksi Pertumbuhan Penduduk
Menurut
Kelompok Umur, 1973 - 1978
Kelompok Umur, 1973 - 1978
kecenderungan penduduk Indonesia menjadi lebih
muda terlihat dengan jelas. Lebih dari 50% dari seluruh pertambahan penduduk
berumur di bawah 30 tahun. Struktur umur penduduk yang muda mengakibatkan
banyak masalah pembangunan. Kebutuhan akan pangan meningkat bukan saja oleh
karena bertambahnya penduduk tetapi juga oleh karena penduduk muda membutuhkan
lebih banyak pangan sehubungan dengan perkembangan fisik mereka. Biaya
pelayanan kesehatan yang dibutuhkan bagi penduduk umur muda juga meningkat
secara lebih besar. Juga di bidang pendidikan, fasilitas pendidikan yang
semakin meluas dibutuhkan untuk menampung meningkatnya jumlah orang yang
membutuhkan pendidikan. Dan hal ini menghambat usaha peningkatan mutu
pendidikan.
Di lain pihak arus pencari kerja baru akan lebih banyak terdiri dari tenaga muda yang walaupun
berpendidikan tetapi masih belum berpengalaman. Hal ini mempersulit
mendapatkan pekerjaan bagi mereka dan oleh
karena itu pengangguran tenaga muda
dibanding dengan kelompok tenaga lainnya cenderung lebih besar.
- Persebaran dan kepadatan penduduk
Di Indonesia, di samping tingkat pertumbuhan
penduduk yang tinggi maka penyebaran penduduk yang tidak seimbang secara geografis merupakan pula sumber
banyak masalah pembangunan.
Pada tahun 1971, kepadatan penduduk di pulau Jawa
adalah kira-kira 565 orang per km². Kepadatan penduduk
seluruh Indonesia pada waktu itu adalah
kira-kira 58 orang per km². Perbedaan yang
besar dari pada kepadatan penduduk ini disebabkan sebagian besar penduduk Indonesia
(± 63,8%) berdiam di pulau Jawa yang
hanya merupakan 7% dari seluruh luas Indonesia.
|
Luas (ribuan km²)
|
Penduduk 1973 (juta)
|
Penduduk 1978 (juta)
|
Kepadatan penduduk 1973 (orang per
km²)
|
Kepadatan penduduk 1978 (orang per km²)
|
Jawa
|
135
|
80
|
89
|
594
|
660
|
Luar Jawa
|
1.892
|
46
|
53
|
24
|
28
|
Seluruh Indonesia
|
2.027
|
126
|
142
|
62
|
70
|
Kepadatan
penduduk jawa, luar jawa dan indonesia.
1973 dan 1978
1973 dan 1978
Selanjutnya kepadatan penduduk di luar pulau Jawa adalah lebih kecil. Tabel diatas memberikan suatu gambaran kepadatan
penduduk di pulau Jawa dan luar Jawa.
Menurut Tabel ini kepadatan penduduk di pulau Jawa meningkat dari 594 orang pada tahun 1973 menjadi
660 jiwa per km² pada tahun 1978.
Sedangkan di daerah luar Jawa kepadatan
penduduk meningkat dari 24 jiwa per km² menjadi 28 jiwa per km².
Walaupun angka-angka mengenai penyebaran penduduk
ini adalah suatu perkiraan, namun masalah yang timbul dari persebaran yang
tidak seimbang ini sudah dirasakan. Persebaran penduduk yang kurang seimbang
mempersulit usaha pemanfaatan sumber-sumber
alam Indonesia. Persebaran penduduk
antar daerah yang kurang seimbang berarti persebaran angkatan kerja yang kurang seimbang. Banyak daerah di luar
pulau Jawa yang mengalami kekurangan tenaga kerja sehubungan dengan usaha
pembangunan di daerah tersebut. Di lain pihak di pulau Jawa dirasakan adanya
kelebihan tenaga. Jadi ketidakseimbangan di
dalam persebaran penduduk telah mengakibatkam
kurang optimalmya pemanfaatan tenaga kerja Indonesia.
Selain dari pada itu pemanfaatan tanah juga kurang
seimbang. Luas tanah pertanian yang dimiliki oleh masing-masing keluarga
petani di pulau Jawa semakin kecil dan menimbulkan masalah yang banyak di dalam
usaha rneningkatkan pertanian. Di luar Jawa, tanah yang belum dimanfaatkan untuk
pertanian masih luas. Jelaslah kiranya bahwa adanya
ketidakseimbangan di dalam persebaran
penduduk telah mengakibatkan pemakaian sumbersumber alam Indonesia kurang optimal.
Daerah
|
1961
|
%
|
1971*)
|
%
|
Pertumbuhan Tahunan 1961-1971
|
Jumlah Penduduk Kota
|
14.358
|
15
|
20.765
|
17
|
3,8%
|
Jumlah Penduduk Desa
|
82.661
|
85
|
97.695
|
83
|
1,8%
|
Jumlah penduduk Indonesia
|
97.019
|
100
|
118.460
|
100
|
2,1%
|
Jumlah dan pertumbuhan penduduk daerah
kota dan desa, indonesia, 1961 dan 1971( dalam ribuan )
kota dan desa, indonesia, 1961 dan 1971( dalam ribuan )
Aspek lain
dari persebaran penduduk Indonesia ialah bahwa walaupun penduduk daerah kota
hanya merupakan 17% dari seluruh penduduk Indonesia pada tahun 1971, namun
pertambahan penduduk daerah kota lebih dari 2 kali lebih cepat dibandingkan
dengan pertambahan penduduk di daerah pedesaan. Lebih cepatnya pertumbuhan
penduduk kota anrtara lain disebabkan oleh adanya perpindahan penduduk dari
daerah pedesaan ke daerah kota.
Walaupun penduduk kota secara keseluruhan tumbuh
jauh lebih cepat dibanding dengan pertumbuhan penduduk desa, namun di antara
kota-kota itu sendiri terdapat perbedaan pertumbuhan penduduk. Selama tahun
1961 - 1971, penduduk di Jakarta
tumbuh dengan 4,64% per tahun dan penduduk Surabaya tumbuh dengan 4,44%.
Laju pertumbuhan penduduk di kota-kota lain berada di bawah laju
pertumbuhan kota-kota Surabaya dan Jakarta. Penduduk Bandung,
Semarang dan Banda Aceh umpamanya, masing-masing tumbuh dengan 1,43%, 2,54% dan 1,54% selama dasawarsa
1961 - 1971.
Pada kota-kota di mana pertumbuhan penduduk berjalan amat cepat, timbul berbagai ragam masalah.
Pelayanan sosial yang meningkat
menghendaki biaya yang besar. Konsentrasi penduduk dalam daerah yang relatif kecil, menimbulkan pengotoran lingkungan dan keadaan pemukiman yang kurang
sehat, yang penanggulangannya juga menghendaki pembiayaan besar. Juga kebutuhan pembukaan lapangan kerja di kota
dirasakan semakin mendesak.
D. Perkembangan Kebijakan Pertumbuhan
Penduduk
Keprihatinan
akan permasalahan kependudukan melahirkan sebuah konsep pembangunan berwawasan kependudukan, atau konsep pembangunan
yang bekelanjutan. Dari sini pula lahirlah kesadaran dunia untuk
mengurai masalah kemiskinan dan keterbelakangan melalui pendekatan
kependudukan. Langkah pertama dan merupakan strategi yang monumental adalah
kesadaran lebih dari 120 pemerintah/negara yang berjanji melalui konferensi
internasional tentang pembangunan dan kependudukan (ICPD) di Cairo pada tahun
1994 untuk bersama-sama menyediakan pelayanan kesehatan reproduksi bagi semua
orang tanpa diskriminasi “Secepat mungkin paling lambat tahun 2015”. Langkah
besar ini dilanjutkan dengan Millenium Development summit (MDS) pada 12 September
2000 di New York (Amerika Serikat) dengan kesepakatan yang dikenal dengan Millenium
Development Goals (MDGs) yang menegaskan tentang komitmennya untuk :
- Penghapusan kemiskinan dan kelaparan (eradicating extreme poverty and hunger).
- Mencapai pendidikan dasar yang universal (achieving iniversal basic education).
- Mempromosikan kesehatan gender dan pemberdayaan perempuan (promoting gender equality and empowering women)
- Mengurangi jumlah kematian anak (reducing child mortality).
- Meningkatkan kesehatan ibu (improving maternal mortality ).
- Memerangi HIV/AIDS, malaria dan penyakit lain (Combating HIV/AIDS, malaria and other deseases).
- Menjamin kelestarian lingkungan hidup (ensuring environmental sustainability).
- Mengembangkan kemitraan global untuk pembangunan (developing a global partnership for development ).
Semakin disadarinya bahwa betapa besar
pengaruh factor kependudukan terhadap
kesejahteraan rakyat, sejak awal orde baru, pada tahun
1967 Presiden Suharto atas nama pemerintah Indonesia ikut menandatangani
deklarasi kependudukan dunia yang antara lain menyatakan:
“ As head of governments actively concerned with the population problem , we
share convictions ; 1) We believe that the population problem must be recornized
as a principle element in long range national planning if giferments are
to achieve their economic goals and fulfil of their people, 2) Recognizing that
family planning is in the vital interest of both nation and the family, we were
undersigned earnestly hope that leaders around the word will share our views
and joint with us in this great challenge for the well being and happiness
of people everywhere”
Tindak lanjut
dari deklarasi di atas pada tahun 1970 didirikan Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Melalui Keputusan
Presiden (Kepres) Nomor 8 tahun 1970 sebagai sebuah lembaga Non Departemen yang mempunyai tanggung jawab pada bidang
pengendalian penduduk
di Indonesia. Atas dasar itulah proyek besar di bidang pengendalian
laju pertumbuhan penduduk berskala nasional yang sampai saat
ini masih berjalan, yang disebut Program Keluarga Berencana Nasional
dicanangkan.
Lembaga resmi pelaksana tekhnis programnya bernama
BKKBN yang pelaksana kegiatannya terstruktur secara herarkis ada
mulai dari tingkat pusat hingga tingkat kecamatan dan desa. Program dan
kelembagaannya selanjutnya disempurnakan melalui Kepres Nomor 33 tahun
1972, Kepres Nomor 38 tahun 1978, serta Kepres Nomor 109 1993 tentang
Pembentukan Kementerian Kependudukan dan BKKBN.
Pada dasa
warsa awal program Keluarga Berencana (KB) berjalan (1970-1980) Indonesia telah dapat menekan laju
pertumbuhan penduduk menjadi
2,34 % dari 2.8 % lebih pada dasa warsa sebelumnya, kemudian pada 10 tahun berikutnya (1980-1990) laju pertumbuhan
penduduk dapat ditekan
lagi menjadi 1,98 % dan pada dekade berikutnya (1990-2000) tingkat pertumbuhannya menjadi 1,49 %. Kendatipun pertumbuhan
penduduk kecenderungannya semakin turun, hal yang perlu dipahami adalah bahwa penduduk
Indonesia saat ini kurang
lebih berjumlah 219 juta jiwa, sehingga dapat diperkirakan angka pertumbuhan penduduk secara absolut kurang lebih 3 juta
jiwa per tahun, hampir
sama banyaknya dengan penduduk Singapura atau Selandia Baru, dan akan bertambah terus meskipun program KB tetap
berjalan baik.
Diperkirakan
(BAPENAS) pada tahun 2025 penduduk Indonesia akan berjumlah 273,7 juta, sehingga keberadaan Program Keluarga Berencana saat ini dan untuk waktu yang
akan masih sangat
dibutuhkan dalam rangka menjaga keseimbangan laju pertumbuhan penduduk, pertumbuhan ekonomi, serta daya dukung
lingkungan.
Hal yang
menarik dari perjalanan panjang Program Keluarga Berencana di Indonesia yang sudah menginjak tahun ke-35,
dan kini menjadi persoalan
baru ketika telah diratifikasinya Deklarasi Cairo (ICPD) yang antara lain berisi tuntutan keadilan dan kesetaraan gender,
ternyata tingkat kesertaan
ber-KB secara umum didominasi oleh perempuan, sedang pada laki-laki/pria tingkat kesertaannya masih sangat rendah
(kurang dari 6 %) dari
jumlah total Peserta KB Aktif (PA) yang ada atau kalau dibandingkan secara proporsional persentase kesertaan pria dan
perempuan/wanita sangat tidak proporsional. Sumbangan terbesar dan yang mempunyai
dampak sangat
signifikan terhadap laju pertumbuhan penduduk (LPP) adalah pengguna alat kontrasepsi jangka panjang, yang salah
satunya adalah Medis
Operasi Pria (MOP), atau dengan bahasa lain tingkat kesertaan KB pria masih perlu terus mendapatkan perhatian serius dan
ditingkatkan pencapaiannya.
Berdasarkan
Rakernas Program KB tahun 2000, yang mengamanatkan perlunya ditingkatkan peran pria/laki-laki
dalam Keluarga Berencana,
ditindak lanjuti melalui Keputusan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan/Kepala Badan Koordinasi Keluarga
Berencana Nasional Nomor
10/HK-010/B5/2001 tanggal 17 Januari 2001 Tentang Organisasi
dan Tata Kerja Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional, dengan
membentuk Direktorat Partisipasi Pria di Bawah Deputi Bidang Keluarga
Berencana dan Kesehatan Reproduksi yang bertugas merumuskan kebijakan
operasional Peningkatan Partisipasi pria, diputuskan perlunya intervensi
khusus melalui program peningkatan partisipasi pria yang tujuan akhirnya
”Terwujudnya keluarga berkualitas melalui upaya peningkatan kualitas
pelayanan, promosi KB dan kesehatan reproduksi yang berwawasan gender
pada tahun 2015”. Salah satu sasaran programnya adalah meningkatkan
pria/suami sebagai peserta KB, motivator dan kader, serta mendukung
istri dalam KB dan kesehatan reproduksi, yang tolok ukurnya
- Meningkatnya peserta KB Kondom dan Medis Operasi Pria (MOP) 10 %
- Meningkatnya motivator/kader pria 10 %. Untuk mendukung efektifitas pelaksanaan di lapangan, Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Kepala BKKBN melalui Keputusan nomor : 70/HK- 010/B5/2001, Tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional Propinsi dan Kabupaten/Kota membentuk Seksi khusus Peningkatan Patisipasi Pria di bawah Bidang Pengendalian Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi yang bertugas menyusun paket informasi sesuai kondisi sosial, menyiapkan, dan mengembangkan segmentasi sasaran dalam rangka peningkatan partisipasi KB pria yang pelaksanaanya secara tekhnis di kecamatan dan desa dilaksanakan oleh PLKB dan PPLKB.
Upaya peningkatan kesertaan KB pria
diperkuat Melalui Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 7
tahun 2005 tentang Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN)
Tahun 2004-2009 disebutkan bahwa “Sasaran pembangunan kependudukan dan
pembangunan keluarga kecil berkualitas adalah
terkendalinya pertumbuhan penduduk dan meningkatnya
keluarga kecil berkualitas ditandai dengan :
- Menurunnya rata-rata laju pertumbuhan penduduk menjadi sekitar 1,14 persen per tahun, Total fertilitas rate (TFR) menjadi 2,2 per perempuan, persentase pasangan usia subur yang tidak terlayani menjadi 6 persen
- Meningkatnya kesertaan KB laki-laki menjadi 4,5 persen
- Meningkatnya penggunaan kontrasepsi yang efektif dan efisien
- Meningkatnya usia kawin pertama perempuan menjadi 21 tahun
- Meningkatnya partisipasi keluarga dalam tumbuh kembang anak
- Meningkatnya keluarga Pra Sejahtera dan Sejahtera I yang aktif dalam uasaha ekonomi produktif
- Meningkatnya jumlah institusi masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan keluarga berencana dan kesehatan reproduksi.
Perkembangan pelaksanaan program
peningkatan kesertaan KB pria di lapangan ternyata belum seperti
apa yang diharapkan. Dalam kenyataannya terdapat beberapa
permasalahan yang muncul dalam implementasi program yang
dilaksanakan, antara lain : Operasionalisasi program yang
dilaksanakan selama ini lebih mengarah kepada wanita sebagai
sasaran, penyiapan tempat pelayanan, tenaga pelayanan dan juga penyediaan
alat dan obat kontrasepsi (Alokon) untuk pria sangat terbatas, hampir
semuanya adalah untuk wanita, demikian juga adanya prioritas penggunaan
Metoda Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP) juga hamper semuanya
untuk wanita. Kondisi demikian ini ikut mempengaruhi kemampuan
dan keterampilan petugas (PLKB) dalam mengkomunikasikan dan
memasarkan alat kontrasepsi bagi pria, karena kurang terbiasa dan sangat
terbatasnya pilihan kontrasepsinya.
Kondisi lain yang juga mempengaruhi
implementasi peningkatan kesertaan KB pria adalah
permasalahan kelembagaan. Keputusan Menteri Pemberdayaan
Perempuan/Kepala BKKBN yang merujuk pada Keputusan Presiden
Nomor 20 tahun 2000 Tentang Badan Koordinasi Keluarga Berencana
Nasional yang ditandatangani oleh Presiden Abdurrahman Wahid, dimana
BKKBN merupakan instansi vertikal menjadi tidak berarti ketika harus berhadapan
dengan Peraturan Pemerintah Nomor 8 tahun 2003 tentang SOTK
di daerah yang terbit pada masa Presiden Megawati, yang juga menerbitkan
Kepres Nomor 103 tahun 2001 yang menggariskan bahwa sebagian
besar kewenangan BKKBN harus sudah diserahkan kepada daerah maksimal
akhir tahun 2003. Kondisi yang demikian ini berdampak pada terombang-ambingnya
kelembagaan yang menangani program, karena masing-masing
daerah sangat beragam dalam menilai kepentingan program KB.
E. Pokok-Pokok
Kebijaksanaan Pertumbuhan Penduduk
Pertumbuhan penduduk yang tinggi
dan masalah yang diakibatkannya pada
dasarnya adalah masalah jangka panjang yang pemecahannya juga
membutuhkan waktu lebih lama.
- Tujuan kebijakan pertumbuhan penduduk
Adapun tujuan jangka panjang kebijaksanaan penduduk
adalah
menurunkan angka tingkat kelahiran setidak-tidaknya separuh dari pada tingkat dewasa ini. Hal ini terutama akan dicapai melalui usaha pengintegrasian
tujuan menurunkan angka kelahiran kedalam program pembangunan dan membuat kebijaksanaan kependudukan sebagai bagian integral
dari kebijaksanaan pembangunan. Tujuan jangka panjang lainnya adalah mempengaruhi
penyebaran penduduk melalui usaha transmigrasi dan pembangunan daerah agar penyebaran penduduk lebih
serasi dengan pemanfaatan secara optimal sumber-sumber Indonesia. Di samping itu penyebaran penduduk di antara
kota-kota dan desa akan diusahakan agar
lebih serasi bagi pembangunan
melalui usaha pembangunan pedesaan dan pembangunan kota-kota kecil.
Kebijaksanaan di bidang kependudukan diarahkan untuk
menurunkan tingkat kesuburan, meningkatkan usaha transmigrasi dan penyebaran penduduk ke daerah-daerah tipis penduduk, dan mengarahkan arus urbanisasi
terutama ke kota-kota kecil.
- Kebijakan-kebijakan untuk mengurangi pertumbuhan penduduk
Tujuan khusus usaha menurunkan angka kelahiran
adalah meningkatkan kesejahteraan keluarga dan mengurangi kemiskinan, meningkatkan
perkembangan fisik dan mental anak, serta meningkatkan derajat kesehatan ibu.
Usaha menurunkan tingkat kelahiran akan dilaksanakan secara sukarela dan
mengenai jumlah anak yang ingin dipunyai oleh suatu keluarga diserahkan
sepenuhnya kepada keputusan keluarga yang
sesuai dengan norma-norma etika yang berlaku dalam masyarakat
Usaha menurunkan angka kelahiran dilaksanakan dengan tidak membebani golongan penduduk ekonomi lemah
dan tidak bersifat menghukum terhadap anak-anak yang telah lahir.
F.
Program Pemerintah
1.
Keluarga berencana
Keluarga berencana merupakan usaha pokok di dadam
kebijaksanaan kependudukan umumnya dan usaha menurunkan tingkat kelahiran khususnya. Usaha
menurunkan kelahiran melalui keluarga berencana sekaligus dikaitkan dengan
meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak.
Sasaran usaha keluarga berencana
adalah seluruh lapisan masyarakat dan jangkauan daerah usaha keluarga berencana diperluas ke daerah luar
Jawa dan daerah pedesaan. Tujuan usaha
keluarga berencana bukan hanya memperbanyak jumlah akseptor tetapi
mempertahankan agar
keluarga-keluarga penerima tetap melaksanakan keluarga berencana.
Oleh karena berhasilnya keluarga berencana pada akhirnya akan ditentukan
oleh kesadaran pada masing-masing keluarga,
maka cara yang ditempuh dalam keluarga berencana akan menekankan bukan hanya cara-cara klinis tetapi juga
cara-cara nonklinis. Selanjutnya kegiatan pembangunan di dalam berbagai bidang diserasikan agar dapat menunjang
pelaksanaan keluarga berencana.
Kegiatan ini mencakup pendidikan dan pendidikan kependudukan, motivasi ke arah
keluarga kecil, dan menurunkan angka kematian anak-anak.
- Pendidikan dan pendidikan kependudukan
Intensifikasi pendidikan baik formal maupun nonformal akan meningkatkan
kesadaran dan pengetahuan mengenai masalah penduduk dan pentingnya pelaksanaan
keluarga berencana. Tetapi untuk lebih menyebarluaskan informasi mengenai
kependudukan maka pendidikan kependudukan diintegrasikan ke dalam sistim
pendidikan dan mencakup lembaga pendidikan guru, pendidikan tingkat sekolah menengah dan pendidikan orang dewasa. Para lulusan sekolah menengah dan orang
dewasa amat memerlukan informasi mengenai kependudukan oleh sebabmereka
inilah yang akan membentuk keluarga dalam waktu relatip
singkat.
- Motivasi ke arah keluarga kecil
Usaha untuk memberikan motivasi ke arah tercapainya keluarga kecil dengan
jumlah anak yang sedikit ditingkatkan. Dalam
hubungan ini pemberian tunjangan keluarga dan kelonggaran lainnya di dalam
sistem penggajian, pajak dan lain-lain, akan ditinjau dan disesuaikan dengan
kebijaksanaan kependudukan. Selanjutnya sistem jaminan sosial terutama untuk hari tua setahap demi setahap mulai ditingkatkan.
Peningkatan sistem jaminan sosial ini penting oleh sebab masih luasnya pandangan bahwa banyak anak berarti banyak rezeki.
- Menurunkan angka kematian anak-anak
Salah satu motivasi untuk mempunyai jumlah anak
yang banyak ialah bahwa anak merupakan sumber untuk
meningkatkan pendapatan bagi keluarga berpendapatan rendah.
Banyaknya anak yang tidak meneruskan sekolah adalah keadaan
yang timbul oleh sebab rendahnya pendapatan orang tua
mereka dan anak-anak ini dibutuhkan untuk dapat sekedar menambah pendapatan keluarga.
Semakin tinggi tingkat kematian dikalangan anak
dan bayi semakin besar pula kebutuhan akan tingkat kelahiran yang tinggi. Semakin banyak anak-anak
yang lahir dan hidup dan
mencapai umur dewasa semakin kecil kebutuhan untuk
jumlah kelahiran yang besar. Oleh karena itu usaha untuk lebih meratakan hasil pembangunan akan
menunjang usaha keluarga berencana di
dalam menurunkan angka kelahiran. Selanjutnya usaha-usaha di bidang
kesehatan umumnya dan usaha meningkatkan kesehatan ibu dan anak dan
menurunkan angka kematian anak
khususnya merupakan bagian daripada ikhtiar menurunkan tingkat kelahiran
- Program Kesehatan Reproduksi Remaja
Tujuan
program ini untuk meningkatkan pemahaman, pengetahuan, sikap dan perilaku
positif remaja tentang kesehatan dan hak-hak reproduksi, guna meningkatkan
derajat kesehatan reproduksinya dan mempersiapkan kehidupan berkeluarga dalam
mendukung upaya peningkatan kualitas generasi mendatang. Kegiatan pokok yang
dilakukan antara lain meliputi:
a. Mengembangkan kebijakan pelayanan kesehatan
reproduksi remaja bagi remaja.
b. Menyelenggarakan promosi kesehatan reproduksi
remaja, termasuk advokasi, komunikasi, informasi, dan edukasi, dan konseling
bagi masyarakat, keluarga, dan remaja.
c. Memperkuat dukungan dan partisipasi
masyarakat terhadap penyelenggaraan program kesehatan reproduksi remaja yang
mandiri.
Geen opmerkings nie:
Plaas 'n opmerking