04 Mei 2013

BENCANA KEMANUSIAAN AKIBAT DARWINISME


Kebencian Darwin terhadap Bangsa Turki

Sasaran paling utama bagi penjajahan Inggris di akhir abad ke-19 adalah Kekhalifahan Utsmaniyyah.
Di masa itu, imperium Utsmaniyyah memerintah wilayah sangat luas yang terbentang dari Yaman hingga Bosnia-Herzegovina. Namun hingga saat itu, wilayah yang sebelumnya damai, tentram dan stabil tersebut menjadi sulit untuk diatur. Penduduk Kristen yang berjumlah sedikit mulai melakukan pemberontakan dengan dalih ingin merdeka, dan kekuatan militer raksasa seperti Rusia mulai mengancam kedaulatan Kekhalifahan Utsmaniyyah.
Di seperempat terakhir abad ke-19, Inggris dan Prancis bersekutu dengan sejumlah kekuatan yang ingin menyerang Kekhalifahan Utsmaniyyah. Inggris secara khusus mengincar propinsi-propinsi di bagian selatan Kekhalifahan Utsmaniyyah. Perjanjian Berlin, yang ditandatangani pada tahun 1878, adalah wujud keinginan para penjajah Eropa untuk memecah belah wilayah Utsmaniyyah. Lima tahun kemudian, yakni pada tahun 1882, Inggris menduduki Mesir, yang masih merupakan wilayah Kekhalifahan Utsmaniyyah. Inggris mulai melancarkan siasatnya untuk mengambil alih wilayah kekuasaan Utsmaniyyah di Timur Tengah di kemudian hari.
Seperti biasanya, Inggris mendasarkan politik penjajahan ini pada paham rasisme. Pemerintah Inggris dengan sengaja berusaha menampilkan bangsa Turki, yang menjadi bagian utama penduduk Utsmaniyyah, dan negara Utsmaniyyah secara khusus, sebagai bangsa “terbelakang”.
Perdana Menteri Inggris William Ewart Gladstone secara terbuka mengatakan bahwa orang-orang Turki mewakili bagian dari umat manusia yang bukan manusia, dan demi kepentingan peradaban mereka, mereka harus digiring kembali ke padang rumput Asia dan dihapuskan dari Anatolia.23
Perkataan ini, dan semisalnya, digunakan selama puluhan tahun oleh pemerintah Inggris sebagai alat propaganda melawan bangsa Utsmaniyyah. Inggris berupaya menampilkan Turki sebagai bangsa terbelakang yang harus tunduk kepada ras-ras Eropa yang lebih maju.
Yang menjadi “landasan ilmiah” bagi propaganda ini adalah Charles Darwin!
Sejumlah pernyataan Darwin tentang bangsa Turki muncul dalam buku berjudul The Life and Letters of Charles Darwin yang terbit pada tahun 1888. Darwin mengemukakan bahwa dengan menghapuskan “ras-ras terbelakang” seleksi alam akan mampu berperan dalam pembangunan peradaban, dan kemudian menuturkan perkataan yang sama persis sebagaimana berikut ini tentang bangsa Turki:
Saya dapat menunjukkan bahwa peperangan dalam rangka seleksi alam telah dan masih lebih memberikan manfaat bagi kemajuan peradaban daripada yang tampaknya cenderung anda akui. Ingatlah bahaya yang harus dialami bangsa-bangsa Eropa, tak sampai berabad-abad yang lalu, karena dikalahkan oleh orang-orang Turki, dan betapa bodohnya jika pandangan seperti ini sekarang masih ada! Ras-ras ‘Kaukasia’ yang lebih beradab telah mengalahkan bangsa Turki hingga tak berdaya dalam peperangan untuk mempertahankan hidup. Melihat dunia masa depan yang tidak begitu lama lagi, betapa tak terhitung jumlah ras-ras rendah yang akan dimusnahkan oleh ras-ras lebih tinggi dan berperadaban di seluruh dunia.24
Pernyataan Darwin yang tidak masuk akal ini adalah alat propaganda tertulis untuk mendukung politik Inggris yang ingin menghancurkan Kekhalifahan Utsmaniyyah. Dan alat propaganda ini ternyata cukup ampuh. Perkataan Darwin yang pada intinya berarti “Bangsa Turki akan segera musnah, ini adalah hukum evolusi” memberi semacam ‘pembenaran ilmiah’ bagi propaganda Inggris dengan tujuan menciptakan kebencian terhadap orang-orang Turki.
Keinginan Inggris untuk mewujudkan ramalan Darwin pada intinya terpenuhi dalam Perang Dunia Pertama. Perang besar ini, yang dimulai pada tahun 1914, terjadi akibat perang kepentingan antara Jerman dan Austria-Hongaria di satu pihak, dan persekutuan antara Ingggris, Prancis, dan Rusia di pihak lain. Namun satu hal terpenting dalam perang ini adalah tujuan untuk menghancurkan dan memecah belah Kekhalifahan Utsmaniyyah.
Inggris menyerang Kekhalifahan Utsmaniyyah dari dua arah yang terpisah. Yang pertama adalah melalui arah terusan Suez di Mesir, Palestina, dan Irak, yang akan dibuka dengan maksud merebut wilayah Utsmaniyyah di Timur Tengah. Yang kedua adalah melalui Gallipoli, salah satu medan pertempuran paling berdarah pada Perang Dunia Pertama. Pasukan Turki di Çanakkale bertempur dengan gagah berani dan kehilangan 250.000 tentaranya saat melawan kekuatan musuh yang dihimpun Inggris. Sedangkan Inggris, daripada mengerahkan pasukannya sendiri, lebih suka mengirimkan tambahan pasukan India dan kesatuan Anzac yang mereka himpun dari daerah jajahannya seperti Australia dan Selandia Baru, yang mereka pandang sebagai “ras terbelakang”, untuk memerangi tentara Turki.
Permusuhan Darwin terhadap rakyat Turki terus berlanjut hingga setelah Perang Dunia Pertama. Kelompok-kelompok Neo-Nazi Eropa yang menyerang warga Turki di Eropa masih saja mengambil pembenaran dari pernyataan Darwin yang tidak masuk akal tentang bangsa Turki. Ucapan Darwin tentang bangsa Turki masih dapat ditemukan di situs-situs internet yang dikelola para rasis yang memusuhi orang Turki tersebut. (Lihat bab tentang Kaitan Erat antara Darwin dan Hitler.)


Rasisme dan Darwinisme Sosial di Amerika

Tidak hanya di Inggris, Darwinisme sosial juga memberikan dukungan bagi kaum rasis dan imperialis di negara-negara lain. Karenanya, paham ini tersebar dengan cepat ke seluruh dunia. Yang terdepan di antara para penganut teori tersebut adalah presiden Amerika Serikat, Theodore Roosevelt. Roosevelt adalah pendukung terkemuka dan tokoh yang menerapkan program pembersihan etnis terhadap penduduk asli Amerika dengan dalih “pemindahan paksa”. Dalam buku The Winning of the West, ia merumuskan ideologi pembantaian, dan mengatakan bahwa peperangan antar ras hingga titik penghabisan melawan suku Indian sungguh tidak terelakkan.25 Yang menjadi sandaran utamanya adalah Darwinisme, yang telah memberikan dalih baginya untuk menganggap penduduk asli sebagai spesies terbelakang.
Sebagaimana perkiraan Roosevelt, tak satupun perjanjian dengan penduduk asli Amerika yang dihormati, dan ini pun mendapatkan pembenaran palsu dari teori “ras terbelakang”. Pada tahun 1871, Konggres mengabaikan semua perjanjian yang dibuat dengan penduduk asli Amerika dan memutuskan untuk membuang mereka ke daerah tandus, tempat mereka menunggu-nunggu saat datangnya kematian. Jika pihak lain tidak dianggap sebagai manusia, bagaimana mungkin perjanjian yang dibuat dengan mereka memiliki keabsahan?
Roosevelt juga mengemukakan bahwa peperangan antar ras sebagaimana disebutkan di atas merupakan tanda keberhasilan tersebarnya orang-orang berbahasa Inggris (Anglo-Saxons) ke seluruh dunia.26
Salah seorang pendukung utama rasisme Anglo-Saxon, pendeta evolusionis Protestan asal Amerika, Josiah Strong, memiliki jalan berpikir yang sama. Ia menulis perkataan berikut:
Kemudian dunia benar-benar akan memasuki babak baru dalam sejarahnya – kompetisi akhir di antara ras-ras di mana ras Anglo-Saxon tengah menjalani pelatihan untuk menghadapinya. Jika perkiraan saya tidak keliru, ras kuat ini akan bergerak memasuki Meksiko, Amerika Tengah dan Selatan, bergerak keluar memasuki pulau-pulau yang ada di lautan, ke seberang memasuki Afrika dan seterusnya, dan menguasai semua wilayah. Dan adakah yang meragukan bahwa hasil kompetisi ini adalah “kelangsungan hidup bagi yang terkuat?”.27
Kaum rasis terkemuka yang menggunakan Darwinisme Sosial sebagai dalih adalah mereka yang memusuhi ras kulit hitam. Mereka mengelompokkan ras menjadi beberapa tingkatan, menempatkan ras kulit putih sebagai yang paling unggul dan kulit hitam sebagai yang paling primitif. Teori-teori rasis mereka ini sangat bersesuaian dengan teori evolusi.28
Salah seorang pakar teori rasis evolusionis terkemuka, Henry Fairfield Osborn, menulis dalam sebuah artikel berjudul The Evolution of Human Races bahwa “kecerdasan standar rata-rata orang Negro dewasa setara dengan anak muda Homo sapiens berusia sebelas tahun”29
Berdasarkan cara berpikir ini, orang-orang kulit hitam sama sekali bukan tergolong manusia. Pendukung gagasan rasis evolusionis yang terkenal lainnya, Carleton Coon, mengemuka-kan dalam bukunya The Origins of Race yang terbit pada tahun 1962 bahwa ras kulit hitam dan ras kulit putih adalah dua spesies berbeda yang telah berpisah satu sama lain pada zaman Homo erectus. Menurut Coon, ras kulit putih berevolusi lebih maju setelah pemisahan ini. Para pendukung diskriminasi terhadap ras kulit hitam telah menggunakan penjelasan ‘ilmiah’ ini sejak lama.
Keberadaan teori ilmiah yang mendu-kungnya telah meningkatkan pertumbuhan rasisme di Amerika dengan pesat. W.E. Dubois, yang dikenal sebagai penentang diskriminasi ras, menyatakan bahwa “permasalahan abad ke-20 adalah permasalahan tentang diskrimi-nasi warna kulit”. Menurutnya, kemunculan masalah rasisme yang sedemikian meluas di sebuah negara yang ingin menjadi paling demokratis di dunia, yang dalam beberapa hal tampak berhasil mencapainya, merupakan suatu keanehan yang cukup penting. Penghapusan perbudakan belumlah cukup untuk membangun persaudaraan di antara orang-orang kulit hitam dan kulit putih. Ia berpendapat bahwa diskriminasi resmi, yang dahulunya pernah diberlakukan dalam waktu singkat, pada masa sekarang telah menjadi suatu kenyataan dan keadaan yang sah secara hukum, yang jalan keluarnya masih dalam pencarian30
Kemunculan undang-undang diskriminasi ras pertama, yang dikenal sebagai “Undang-Undang Jim Crow” (Jim Crow digunakan oleh warga kulit putih sebagai salah satu nama celaan untuk orang kulit hitam) juga terjadi pada masa itu. Ras kulit hitam benar-benar tidak diperlakukan sebagaimana layaknya manusia, dipandang rendah dan diperlakukan dengan hina di mana-mana. Terlebih lagi, ini bukanlah sikap segelintir rasis secara orang per orang, namun telah ditetapkan sebagai kebijakan resmi negara Amerika dengan undang-undangnya tersendiri. Segera setelah dikeluarkannya undang-undang pertama yang menyetujui pemisahan ras pada kereta api dan trem di Tennessee pada tahun 1875, seluruh negara bagian di Selatan menerapkan pemisahan ini pada kereta api mereka. Tanda bertuliskan “Whites Only” (“Hanya Untuk Kulit Putih”) dan “Blacks” (“Kulit Hitam”) tergantung di mana-mana. Sebenarnya, semua ini hanyalah pemberian status resmi pada keadaan yang sebelumnya telah ada. Pernikahan antar ras yang berbeda dilarang. Menurut undang-undang yang berlaku, pemisahan ras wajib dilaksanakan di rumah sakit, penjara, dan tempat pemakaman. Pada penerapannya, peraturan ini juga merambah ke hotel, gedung pertunjukan, perpustakaan, bahkan lift dan gereja. Tempat di mana terjadi pemisahan ras paling jelas adalah sekolah. Penerapan kebijakan ini berdampak paling besar terhadap warga kulit hitam, dan merupakan penghalang utama bagi kemajuan peradaban mereka.
Penerapan kebijakan pemisahan ras diwarnai dengan gelombang kekerasan. Terjadi peningkatan tajam pada jumlah orang kulit hitam yang dihukum mati tanpa melalui proses pengadilan. Antara tahun 1890 dan 1901, sekitar 1.300 orang kulit hitam dihukum mati. Akibat perlakuan ini, orang-orang kulit hitam melakukan perlawanan di beberapa negara bagian.
Gagasan dan teori rasis mewarnai masa-masa tersebut. Tak lama kemudian, rasisme biologis Amerika diterapkan sebagaimana hasil penelitian yang dicapai R. B. Bean melalui metoda pengukuran tengkoraknya, dan dengan dalih melindungi penduduk benua baru tersebut dari gelombang migrasi tak terkendali, muncullah rasisme Amerika gaya . Madison Grant, pengarang buku The Passing of the Great Race (1916) menulis bahwa percampuran dua ras tersebut akan menyebabkan munculnya ras yang lebih primitif dibanding spesies berkelas rendah, dan ia menghendaki pelarangan atas perkawinan antar ras. 31
Rasisme telah ada di Amerika sebelum Darwin, sebagaimana halnya di seluruh dunia. Namun, seperti yang telah kita ketahui, Darwinisme memberikan dukungan nyata terhadap pandangan dan kebijakan rasis di paruh kedua abad ke-19. Sebagai contoh, sebagaimana yang telah kita pahami dalam bab ini, ketika para pendukung rasisme melontarkan pandangan mereka, mereka menggunakan pernyataan Darwinisme sebagai dalih. Gagasan yang dianggap biadab sebelum masa Darwin, kini mulai diterima sebagai hukum alam.

Geen opmerkings nie:

Plaas 'n opmerking